RESESNSI BUKU
Saifuddin Quthuz dari Budak Menjadi
Sultan
Judul :
Saifuddin Quthuz Sang Ksatria Perang ‘Ain Jalut
Quthuz, Bathal Ma’rakah ‘Ain Jalut
Penulis :
Dr. Qasim Abduh Qasim
Penerjemah : M. Isa Anshori
Penerbit : Al-Wafi Publishing
Tahun : Februari 2017
Kiranya, kita pantas berterimakasih
kepada Saifuddin Quthuz sebagai pelaku sejarah Islam yang mulai dilupakan oleh
generasi milenial. Ia adalah inspirator semesta yang membawa perubahan dengan
mendobrak tradisi dan budaya. Kerja keras, perjuangan, dan do’a telah membuat
catatan sejarah berubah. Jika pada mulanya budak tidak mampu menjadi raja, ia
mendekonstruksi itu semua dengan ambil andil mendirikan Kesultanan Mamluk di
Mesir pada tahun 648 H/ 1250 M. Ia mampu berdiri diatas runtuhnya Dinasti
Ayyubiyah.
Istilah mamalik, bentuk tunggalnya adalah mamluk, pada mulanya berarti budak atau hamba sahaya. Dahulunya
para Mamluk dipekerjakan oleh Dinasti Ayubiyyah sebagai kekuatan militer. Sebagaimana
para Mamluk lainnya yang menaiki singgasana kekuasaan, biografi masa kecil
Saifuddin Qutuhuz memiliki banyak riwayat, dimana dia berpindah dari ikatan
perbudakan menuju singgasana Kesultanan Mamluk di Mesir dan Syam. Namun pada
intinya, penulis buku ini menekankan kepada pembaca, bahwa budak yang bernama
Quthuz itu sebenarnya berasal dari Dinasti Khawarizmi. Nama aslinya adalah
Mamdud bin Mamdud, putra saudara Sultan Jalalauddin Khawarizmi Syah, yang
kerajaannya dihancurkan oleh pasukan Tartar
Saifuddin Quthuz telah membuka mata
bahwa hidup tidak ditentukan dari keturunan. Perjuangan dari Perang Salib VII
telah menandai bahwa budak adalah kekuatan. Ini memberikan inpirasi pada
kehidupan sekarang, bahwa politik tidak sebatas warisan, tetapi perjuangan
untuk menyatukan rakyat dalam satu visi. Itulah yang bisa dicontoh masyarakat
Indonesia dengan menyatukan visi, yaitu dengan tidak memandang asal pemimpin,
tapi lebih pada komitmen untuk kemakmuran bersama.
Tidak hanya itu, Saifuddin Quthuz
memberikan teladan yang nyata sebagai seoarang pemimpin. Moral, keberanian, dan
pengorbanan yang membuktikan ia tidak hanya memerintah dari balik meja. Tetapi
ia turun langsung di medan perang sesungguhnya. Terbukti ketika amir dan para
prajurit merasa takut untuk berhadapan dengan pasukan Mongol yang terkenal
kejam dan bengis. Saifuddin Quthuz mengobarkan semangat api perjuangan para
prajurit, ia mengatakan, “Aku akan hadapi
pasukan Tartar itu sendiri”. Kebulatan tekad dan penuh semangat untuk berperang
mempunyai dampak yang konkret dalam mengangkat moral keberanian para amir dan
prajurit. Berkat ia, pertempuran yang disebut ‘Ain Jalut dimenangkan dan
berhasil menyelamatkan dunia Islam dari ancaman serius. Tidak heran, Saifuddun
Quthuz banyak dicintai umat. Sifat-sifat ini merupakan karakter yang paling
dibutuhkan di masyarakat pada diri seorang pemimpin.
Buku ini membuktikan betapa Islam
memiliki pemimpin-pemimpin tangguh yang patut diteladani. Menyajikan hikmah
yang luar biasa, hikmah akan arti keteladanan dan keberanian seoarang pemimpin.
Kelebihan lain buku ini adalah diulas dengan data-data yang valid, ditulis oleh
seorang ahli sejarah abad pertengahan, Dr. Qosim Abduh Qosim. Diberi tambahan
gambar-gambar dari berbagai sumber, sehingga menambah kenyamanan dan pemahaman
ketika membaca buku ini.
Sayangnya, buku ini banyak menggunakan
bahasa yang sulit dipahami dan alur cerita yang sedikit rumit. Pada akhirnya,
buku Saifuddin Quthuz Sang Ksatria Perang ‘Ain Jalut dapat menjadi awal yang
baik bagi umat Islam dalam pembelajaran sebagai sosok pemimpin.
Afik Fathur
Rohman
makalah frasa sandekala iain purwokerto puisi sajak jurnal mahasiswa sastra quotes
0 Comments